Saat mata ini melihat kemesraannya, sungguh 'kau adalah seseorang yang beruntung bisa sehidup dengannya. Menjalin tali yang tentu sekuat baja oleh darinya Tuhan yang memberikan. Takkan putus jika belum kehendak-Nya. 'Kau bisa memiliki seseorang yang sebagai pelindung dari segala macam badai. Bekerja keras untuk seisi rumah. Memang beruntung, sungguh 'kau memang beruntung bisa mendapati pelukannya begitu utuh. Sedangkan aku hanya sebagai pengagum dari jauh hanya bisa membayangkan apa yang bisa terjadi pada duniaku sendiri.

Sungguh kekagumanku begitu dalam. Bagaimana aku meminta, pun tidak bisa. Begitu sulit aku mencoba. Tapi Tuhan yang mampu melakukannya. Entah ini berakhir dari cara yang bagaimana. Pikiranku selalu saja tertuju kepada wajahnya yang begitu penuh dari segala keindahan. Teringat perjalanan bagaimana aku bertemu dengannya di 2016, saat ia begitu naif untuk seorang manusia. Begitu bersahaja, dan tentunya aku terkagum saat melihatnya untuk pertama kalinya.

Waktu berlalu dan saling sapa, mengenal hingga berteman dekat. Hingga menjalin persahabatan yang selama ini tak pernah ada saling permusuhan yang begitu kuat. Sebab ia begitu positif hidupnya sehingga perjalanan mengantarkanku untuk tak pernah jauh darinya. Saling membutuhkan, pertolongan, bantuan dan bahkan bisa jadi saling ketergantungan. Bertahun-tahun bersama menjadi sosok yang saling bertukar cerita dan pengalaman.

Hingga dalam duniaku kau adalah milikku. Menatap wajahmu saat kau tertidur lelap. Dan di dunia nyata pun tak menyangka aku bisa melihat mahkota tanpa pernah kau berikan, apalagi kuminta. Sungguh kuabadikan itu sampai saat ini. Maaf bila itu jadi bayang-bayang yang selalu aku lakukan untuk memikirkan wajahmu yang tegas. Mencintai segala yang kau miliki, bahkan mencintai kekurangan yang kau miliki.

Sungguh 'kau adalah seseorang yang beruntung memiliki rumah yang atapnya adalah sebuah impian. Aku bahkan selalu membayangkan aku adalah 'kau yang bisa berteduh di hatinya kala hujan tak henti-hentinya membasahi tubuhmu yang gigil. Memeluknya sebagai pereda kegigilan di malam hari, dan menjadi selimut di tubuhmu. Sungguh aku membayangkan itu.

Tapi apalah. Duniaku adalah sebuah bianglala yang hanya menjadi kesenangan sesaat. Terkadang aku bisa jadi menangisi dirimu yang sama sekali tak pernah bisa aku gapai. Hanya sebatas mengagumi, tetapi tak bisa aku peluk. Bahkan sedekat apapun kita duduk. Sekacau apapun pikiranku, tak sanggup rasanya aku mengucapkan sepatah dua patah kata ataupun kalimat sebagai meminta sesuatu yang inginkan. Tentu kau akan pergi begitu jauh jika aku sampai mengatakan itu di telingamu.

Hingga saat ini, kesusahanmu adalah tanggung jawabku. Apapun yang kau ulurkan kepadaku. Tentu dengan cepat aku menariknya. Sebab dengan cara itu, aku merasa begitu dekat denganmu. Bahkan sekedar mengajak makan di tempat yang sederhana saja agar aku bisa menatapmu lebih lama dari yang biasanya.

Berat badan dari tubuhmu jika dilihat dari belakang adalah sesuatu yang selalu ingin aku peluk. Jadi biarlah kau dengan keadaannya yang seperti ini saja. Lalu senyummu yang manis itu, teruslah selalu seperti itu. Kemudian sifatmu yang teduh itu, mohon jangan pernah berubah. Sebab itulah beberapa bagian bagaimana aku bisa selalu mencintaimu. Dan aku selalu terus mencintaimu.

Tak apa kau sudah memiliki segalanya. Walau tanpa aku di dalamnya. Aku mengerti dari segala takdir yang telah terjadi. Asal wajahmu masih bisa kulihat. Masih bisa pergi dan bercerita di meja yang sama. Tentu aku masih baik-baik saja. Yang penting kau selalu ada ketika saat aku membutuhkanmu. Tak melupakan pertemuan keenam kita pada 10 AM, sebab saat itu tiba, aku selalu bergegas untuk mandi hanya untuk mendapati kabar bahwa waktunya menikmati kopi manis yang selalu kita seduh bersama dan menumpahkan cerita random yang selalu kita tumpahkan di atas keramaian orang-orang sebagai tempat favorit kita untuk saling menatap. Sesibuk apapun dirimu, tolong jangan pernah kau lupakan. Sebab ada sedih yang aku sembunyikan karena kekecewaan bahwa ada kegiatan yang kini telah hilang dari hidupku ialah sepenggal tatapan dari belakangmu dari sebuah cermin. Sungguh aku takkan melupakan wajahmu di sana. Sebab saat aku ke tempat itu sendirian, aku selalu di lempar pertanyaan yang selalu ragu untuk kujawab.

Bagaimana nanti akhirnya, aku ingin kau selalu ada. Walau kita berdua masih terhitung seperti jagung, tentu kau sudah mengerti dengan apa yang terjadi padaku. Aku ingin kau memakluminya tanpa pernah menghakimi diriku. Aku ingin kau mengerti perasaanku yang begitu rentan ini. Salah satunya mengerti bahwa jangan pernah menghilang dari hidupku. Sungguh aku tak ingin mati dalam kerinduan. Dan malam pun last kiss jadi anthem pengantar tidurku yang menjelma sebagai pelukanmu. F1