Dan selamat kuucapkan kepada seseorang yang kini menjadi
peringkat pertama di hatiku setelah sekian lama selalu di nomor duakan olehku. Maksudku
kau bukan menjadi orang cadangan. Tetapi di antara kau dan dia sulit sekali
untukku memilih. Kau hanya kalah dua persen dari sebuah angka 50:50.
Kau yang sejatinya tahu tentang hidupku selama ini, dan aku
tak mungkin memilihmu untuk terus bersama. Sedangkan kau sendiri telah memiliki
rumah yang berpenyangga. Hingga tak mungkin aku kau jamu dan bercerita larut
malam di rumah itu. Tapi saat ini aku tak peduli.
Terkadang ada rasa penyesalan yang begitu dalam mengapa dulu
aku tak tidur saja di hatimu waktu itu. Kalau perlu aku mati di sana, sehingga
tak ada lagi seseorang yang mampu mendekap tubuhku yang beku ini. Agar selamanya
aku tak berpaling dan mengacuhkan yang kadang kala kau ingin mengajakku pergi. Biar cintaku habisnya di kamu saja. Aku rela, sungguh!
Kini biasanya yang kurasakan sepi jika tak melihatnya jadi
berpindah padamu. Begitu cepat aku berlari agar aku tak masuk ke dalam lubang
yang begitu sakit, karena uluran tanganmu yang begitu peduli padaku.
Siapa yang bisa menghentikan kita dari masa lalu yang menyala.
Dari kobaran apa yang mampu membakar rasa sakit, kini berubah menjadi kobaran
api asmara. Aku ingin membuat sesuatu itu lebih indah dari masa lalu yang sudah
mati. Aku yakin itu ada padamu. Sebab karena kehadiranmu aku mampu membuatnya
menjadi mungkin dari segala rasa kelam berubah menjadi berwarna. Dan bantu aku
untuk mengubur dari segala kenangan kelam di pemakaman dari sebuah kata “kaulah
penolongku” bahwa ternyata semua ini hanyalah tipuan belaka. Sudah saatnya
kenangan itu di buang ke neraka.
Aku yakin kaulah sesosok surga yang datang dari
caramu berbicara dan melantunkan untukku dengar disaat aku ingin tidur. Aku ingin
mencoba menggantinya dengan yang pernah kualami sebelumnya. Yang telah menjadi
derita. Segala yang menjadi darahmu, ingin kudekap, kuhampiri dan kuanggap
bagaimana caramu menyayangi.
Walau semua terlambat. Aku anggap ini tidak menjadi babak akhir. Atau bahkan kita bisa memulainya kembali dari awal. Agar segala rasa sayang, dapat aku ciptakan. kaupun begitu. Dewasanya dirimu begitu seimbang tegak di atas kita. Sehingga aku mampu mengimbangi caramu bersikap, walau jarak menjadi pemisah di antara kita. Tak apa aku ikhlas. Asalkan aku masih tetap bisa menatap wajahmu.
Kadang jarak yang kuanggap masalah, malah jadi bagusnya. Sebab aku masih bisa mengendalikan hidupku jika di rumah. Spesifiknya pada sepi. Karena sepi dulu hidupku melebur hancur tak terarah. Tapi ketika kau hadir, aku belajar mengendalikan segalanya agar hidupku tak menjadi gila. Dan aku terus menganggap bahwa bisa terus bersamamu adalah sebuah keberuntungan. dan jika tidak, maka aku anggap ini sebuah peristirahatan sejenak. Agar kala sepi jadi candu untuk terus mengenangmu.
Jadi padamu; teruntuk diriku. Tolong jangan buat aku menangis dari sesuatu yang sudah mati,
maka kau akan menjadi yang sejati dalam hidupku. Sungguh! F1
0 Comments